Sabtu, 10 Januari 2009

Undang_undang Pertanian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1967

TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN

1.Hewan: ialah semua binatang, yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar.
2.Hewan-piaraan: ialah hewan, yang cara hidupnya untuk sebagian ditentukan oleh manusia untuk maksud tertentu.
3.Ternak: ialah hewan-piara, yang kehidupannya yakni mengenai: tempat, perkembanganbiakannya serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia.
4.Peternakan murni: ialah cara peternakan, dimana perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan jalan pemacekan antara hewan-hewan yang termasuk satu rumpun.
5.Persilangan: ialah cara peternakan, dimana perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan jalan pemacekan antara hewan-hewan dari satu jenis tetapi berlainan rumpun.
6.Anthropozoonosis: ialah penyakit, yang dapat menular dari hewan pada manusia dan sebaliknya.
7.Kesehatan masyarakat veteriner: ialah segala urusan, yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
8.Kesejahteraan hewan: ialah usaha manusia memelihara hewan, yang meliputi pemeliharaan lestari hidupnya hewan dengan pemeliharaan dan perlindungan yang wajar.
9.Tujuan umum
Di bidang peternakan dan pemeliharaan kesehatan hewan diadakan perombakan dan pembangunan-pembangunan dengan tujuan utama penambahan produksi untuk meningkatkan taraf hidup peternak Indonesia dan untuk dapat memenuhi keperluan bahan makanan yang berasal dari ternak bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil merata dan cukup.
10.Bentuk-bentuk usaha perternakan
a.Peternakan rakyat ialah peternakan, yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani disamping usaha pertaniannya.
b.Perusahaan peternakan ialah peternakan, yang diselenggarakan dalam bentuk suatu perusahaan secara komersiil.
11.Pendapat saya dengan peraturan perdagangan ternak.
a.Tentang bidang perdagangan ternak dan bahan-bahan yang berasal dari ternak Pemerintah berusaha mengurangi jumlah perantaraan antara produsen dan konsumen, demi kepentingan produsen dan konsumen. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah masih mementingkan petani ternak agar rantai perdagangan pendek dan petani ternak mendapat untuk yang lebih besar.
b.Tentang impor ternak dan hewan lainnya terutama ditujukan untuk memperbaiki mutu ternak dan hewan di Indonesia. Hal ini cukup bagus karena dengan adanya hal tersebut maka ternak maupun hewan yang ada di Indonesia tidak tercemar penyakit dari luar.
c.Tentang Pemerintah ditetapkan jumlah-jumlah ternak, yang boleh diekspor ke luar negeri. Kecuali dengan ijin Pemerintah atau pejabat yang ditunjuk, maka hanya ternak kastrasi yang boleh diekspor ke luar negeri, jelas juga ini cukup bagus bagi Peternak sebab apa bila diekspor maka harga jual ternak ditentukan oleh luar negeri. Disini salah satu keuntungan besar bagi peternak.
d.Tentang Kecukupan kebutuhan daerah-daerah akan ternak sembelihan oleh Menteri diadakan ketentuan-ketentuan tentang pengiriman ternak dari daerah yang kelebihan ternak, ke daerah yang memerlukannya. Ha ini sangat bagus agar tidak terjadi kesenjangan harga antara daerah satu dengan daerah lain. Begitu juga dengan harga jual ternak dapat sama antara satu daerah dengan daerah lain.
e.Tentang Pemerintah berusaha memberikan fasilitas pengangkutan ternak dan bahan dari ternak dalam jumlah yang mencukupi hal ini juga bagus agar perternak tidak repot untuk mencari alat angkut ternak, dan perdagangan ternak dapat berjalan dengan lancar dan sebagai mana mestinya.
12.Peternakkan Pendapat saya dengan peraturan bagi hasil ternak.
a.Peternakan atas dasar bagi-hasil ialah penyerahan ternak sebagai amanat, yang dititipkan oleh pemilik ternak kepada orang lain, untuk dipelihara baik-baik, diternakkan, dengan perjanjian bahwa dalam waktu tertentu titipan tersebut dibayar kembali berupa ternak keturunannya atau dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua pihak.
b.Waktu tertentu termaksud pada ayat (1) tidak boleh kurang dari 5 (lima) tahun, dalam hal yang dipeternakkan atas dasar bagi-hasil itu ialah ternak besar. Bagi ternak kecil jangka waktu itu dapat diperpendek.
c.Jika pengembalian ternak dilakukan dalam bentuk ternak, maka jumlah ternak, yang harus diberikan kepada pemilik adalah jumlah pokok semula ditambah sepertiga jumlah keturunan ternak semula itu.
13.Urusan-urusan kesehatan masyarakat veteriner meliputi antara lain urusan-urusan kesehatan bahan makanan yang berasal dari hewan, dan urusan penyakit-penyakit hewan yang termasuk anthropozoonosa.
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA

NO. 82 TAHUN 2000
TENTANG KARANTINA HEWAN

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
1.Media pembawa hama penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan atau benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina.
2.Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar.
3.Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang dapat diolah lebih lanjut.
4.Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang telah diolah.
5.Benda lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang mempunyai potensi penyebaran penyakit hama dan penyakit hewan karantina.
6.Area adalah daerah dalam suatu pulau, pulau, atau kelompok pulau di dalam negara Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran hama penyakit hewan karantina.
7.Pemasukan adalah kegiatan memasukkan media pembawa dari luar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia atau ke suatu area dari area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
8.Transit adalah singgah sementara alat angkut di suatu pelabuhan dalam perjalanan yang membawa hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan benda lain sebelum sampai di pelabuhan yang dituju.
9.Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan media pembawa ke luar dari wilayah Negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
10.Tempat pemasukan dan tempat pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain dan tempat-tempat lain yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan atau mengeluarkan media pembawa.
11.Tempat asal adalah tempat di mana hewan dibudidayakan, dipelihara, ditangkar atau habitatnya dan tempat-tempat pengumpulan, pengolahan atau pengawetan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan atau benda lain.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1996

TENTANG : PANGAN

1.Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
2.Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.
3.Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
4.Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
5.Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
6.Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik pathogen.
7.Bahan tambahan pangan dalam proses produksi.
Pasal 10
1.Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
2.Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 11
Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.
8.Kewenangan Pemerintah Dalam Pengawasan Pangan.
a.Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, peng- angkutan, dan atau perdagangan pangan.
b.Menghentikan, memeriksa, dan menegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan.
c.Membuka dan meneliti setiap kemasan pangan.
d.Memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau perdagangan pangan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut.
e.Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain sejenis.
9.Larangan Peredaran Bahan Pangan
a.Peringatan secara tertulis.
b.Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran apabila terdapat risiko tercemarnya pangan atau pangan tidak aman bagi kesehatan manusia.
c.Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.
d.Penghentian produksi untuk sementara waktu.
e.Pengenaan denda paling tinggi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan atau.
f.Pencabutan izin produksi atau izin usaha.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
SISTEM PENYULUHAN PERTANAIN,
PERIKANAN DAN KEHUTANAN
(SP3K)

A.PENDAHULUAN
Didalam pengaturan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan dewasa ini masih tersebar dalam berbagai peraturan undang-undangan serta belum dapat memberikan dasar hukum yang kuat dan lengkap bagi penyelenggaraan penyuluhan sehingga perlu membentuk undang-undang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Dengan adanya pengaturan undan-undang tentang penyuluhan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum yang merupakan hak asasi warga Negara Republik Indonesia. Sehingga bisa membantu sekaligus memberi perkembangan yang baru bagi masyarakat desa untuk memberikan informasi serta wawasan yang cukup agar masyarakat bisa merasakan apa yang mereka lihat dan bisa menilai sesuatu dengan baik tanpa adanya hambatan.
B.ASAS, TUJUAN DAN FUNGSI DARI SISTEM UNDANG-UNDANG PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN.

ASAS
Penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, menfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelenjutan, berkeadilan, pemerataan, bertanggung gugat.

TUJUAN
Tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial, yaitu :
1.memperkuat pengembangan pertanian, perikanan, serta kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan
2.memperdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melelui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan perdampingan serta fasilitasi,
3.memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efesien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar, kesentaraan gender, berwawasan kedepan, berwawasan lingkungan, dan bertanggung gugat, yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan.
4.memberikan perlindunagan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluhan dalam melaksanakan penyuluhan dan
5.mengembangkan sumber daya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan.

FUNGSI
Fungsi sistem penyuluhan meliputi :
1.memfasilitas proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;
2.mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi dan sumber daya lainnya agar mereka dapat menegembangkan usahanya;
3.meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan, pelaku utama dan pelaku usaha;
4.membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;
5.membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merepon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha ;
6.menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan dan;
7.melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian , perikanan dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

C.PEMBAHASAN

ASAS
Penyuluhan yang berdasarkan asas harus belaku demokratis dalam pengembagannya serta bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan pengetahuan serta ketrampilan dan harus terbuka untuk bekerja sama agar semunya terlaksana dengan baik dalam membangun sebuah kelembagaan penyuluhan berkelanjutan.

TUJUAN
Memperkuat pengembangan modern dalam sistem pembangunan berkelanjutan serta meningkatkan kemampuan untuk menumbuhkan motivasi dan memeberi peluang untuk meningkatkan kesadaran serta memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif dan efesien demi menjamin terlaksananya pembangunan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Memberikan perlindunagan kepastian hukum dan keadilan untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang maju dan sejahtera.

FUNGSI
Fungsi dari sistem penyuluhan ini proses pembelajaran untuk mengupayakan kemudahan dalam akses informasi dalam perkembangan teknologi yang semakin maju serta meningkatan kemampuan kepemimpinan untuk dapat mengembangkan usahanya.
Membantu mengembangkan organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi dan produktif untuk menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan. Serta membantu menganalisis dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam berusaha sekaligus menumbuhkan kesadaran terhadap kelestarian fungsi lingkungan dan melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.

KOMENTAR
MENGENAI MEKANISME KERJA DAN METODE SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Pada Undang-Undang sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan kehutanan yang telah Revitalisasi mengacu pada bebagai ketentuan-ketentuan yang diharapkan agar terjadi suatu pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial serta Pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha tani dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembnagan potensi, pemberi peluang, peningkatan kesadaran, perdampingan serta fasilitas.
Dari berbagai ketentuan-ketentuan dari sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan yang dirancang, tentunya terdapat berbagai kelemahan dan keterbatasan yang akan diteliti yaitu mengenai mekanisme kerja dan metode undang-undang sistem penyuluhan pertanian. selama ini mekanisme dan metode yang dipakai dalam penyuluhan pertanian dengan pendekatan dipaksa, terpaksa dan biasa. Petani dipaksa untuk menerima teknologi tertentu, sehingga petani terpaksa melakukannya, dan kemudian petani menjadi biasa melakukannya, walaupun pada akhirnya petani meningkat kemampuannya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan produksi padi yang diusahakan sehingga Indonesia mencapai swasembada beras.
Dalam era reformasi dan otonomi sekarang ini, pendekatan dari atas tentunya sudah tidak relevan lagi, karena yang kita inginkan adalah bahwa petani dan keluarganya mengelola usahataninya dengan penuh kesadaran, bukan terpaksa, mampu melakukan pilihan-pilihan yang tepat dari alternatif yang ada, yang ditawarkan penyuluh pertanian dan pihak-pihak lain. Dengan pilihannya itu, petani yakin bahwa dia akan dapat mengelola usahataninya dengan produktif, efisien dan menguntungkan serta berdaya saing tinggi. Dalam melakukan pilihan inilah, petani mendapatkan bantuan dari penyuluh pertanian dan pihak lain yang berkepentingan dalam bentuk hubungan kemitrasejajaran, sehingga tidak terjadi pemaksaan.
Dari pengalaman-pengalaman di atas, kedepan penyelenggaraan penyuluhan pertanian harus dapat mengakomodasikan aspirasi, harapan, kebutuhan, dan potensi serta peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya. Oleh karena itu penyelenggaraan penyuluhan pertanian harus menggunakan pendekatan partisipatif urusan pertanian termasuk penyuluhan pertanian merupakan urusan pilihan, tetapi walaupun begitu mengingat pertanian merupakan tulang punggung perekonomian nasional dan umumnya juga merupakan tulang punggung ekonomi sebagian besar daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), maka seyogyanya Provinsi dan Kabupaten/Kota menetapkan urusan pertanian menjadi urusan pertama yang akan dikembangkan di wilayahnya, seperti yang dilakukan oleh Pusat yang telah menetapkan pertanian sebagai sektor yang strategis dalam mengembangkan ekonomi Indonesia dengan melakukan revitalisasi pertanian.
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian akan berjalan dengan baik apabila ada persamaan persepsi dan keterpaduan kegiatan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota bahkan sampai ke tingkat Desa dalam satu sistem penyuluhan pertanian yang disepakati bersama dengan melibatkan petani, swasta dan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam kenyataannya sekarang, masing-masing instansi berjalan sendiri-sendiri, sehingga penyelenggaraan penyuluhan pertanian menjadi tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien. Penyuluhan pertanian dilaksanakan secara bersama-sama oleh Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota, namun harus jelas keserasian hubungan antar susunan pemerintahan tersebut dalam penyelenggaraannya.
Para penyelengara penyuluhan pertanian melakukannya dengan persepsi, pendekatan dan sistem yang berbeda-beda, tidak terintegrasi karena tidak berdasarkan pada filosofi dan prinsip-prinsip penyuluhan yang sama. Hal demikian menjadikan penyelenggaraan penyuluhan pertanian tidak efisien dan efektif, sehingga tidak mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Akhirnya penyelenggaraan penyuluhan pertanian tidak dapat memberikan dukungan terhadap tercapainya tujuan pembangunan pertanian baik secara nasional maupun secara lokalita.
Disamping itu, penyebab tidak terintegrasinya penyelenggaraan penyuluhan pertanian antara lain adalah karena produk-produk hukum lingkup pertanian dalam arti luas belum memberikan kejelasan tentang penyuluhan pertanian. Siapa yang melakukan penyuluhan pertanian, apa yang dimaksud penyuluhan pertanian, dimana melakukan penyuluhan pertanian, bilamana dilakukan penyuluhan pertanian, dan bagaimana melakukan penyuluhan pertanian belum diatur secara jelas sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Oleh karena itu kebutuhan akan adanya satu sistem penyuluhan pertanian yang dapat mengintegrasikan penyelenggaraan penyuluhan pertanian mulai dari pusat sampai ke daerah merupakan suatu keniscayaan.
Berdasarkan hasil sensus pertanian tahun 1983, 1992 dan 2002, kondisi petani kita masih lemah (skala ekonomi usaha, produktivitas, pendapatan dan posisi tawar) dengan jumlahnya yang sangat besar, sehingga penyuluhan pertanian akan terus mempunyai peran strategis dan akan terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Sekarang ini petani dan keluarganya harus menyediakan waktunya lebih sering dan lebih lama untuk merespons berbagai kegiatan penyuluhan dengan pendekatan yang berbeda-beda yang diselenggarakan oleh berbagai macam kelembagaan penyuluhan pertanian, sehingga petani dan keluarganya beserta pelaku usaha pertanian lain banyak kehilangan waktunya dan tidak terkonsentrasi pada masalah yang pokok dalam mengembangkan usahanya untuk dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, pendapatan dan kesejahteraannya.
 Berbagai permasalahan tersebut apabila tidak dilakukan upaya pemecahannya akan dapat merugikan petani dan pelaku usaha pertanian lain karena penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang demikian tidak berfungsi dalam memfasilitasi petani dan pelaku usaha pertanian lain untuk meningkatkan keberdayaannya. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan revitalisasi penyuluhan pertanian melalui suatu kebijakan yang komprehensif dalam bentuk Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian.
Jadi dari beberapa penjelasan yang telah dijabrkan mengenai mekanisme dan metode dari penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan dengan menggunakan pendekatan partisipatif harus benar-benar terealisasi dalam prakteknya dan jangan hanya sebuah statments sesaat..

by Naroh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar